Pertemuan pertama kita terekam jelas di otakku.
Aku
sering memainkan adegan itu dalam gerak lambat.
Mengingat,
mereka, dan merasakan setiap helai gerakanmu.
Taukah
kamu, waktu itu aku benar terpikat dengan gerak tangan dan kakimu di panggung
itu. Ketika itu aku disana, belum tau siapa kamu, dan mungkin tidak ingin
mencari tau siapakah kamu.
Namun
seketika kamu datang, seakan berusaha ingin mengenalku.
Seakan
memberi kesempatan, untukku mengenalmu.
Kini,
aku hanya ingin menghentikan waktu,
dan
mempigurakan senyummu yang selalu mampu
membuat
jantungku berdegup cepat,
Mengalihkan
semua yang aku pikirkan saat itu,
membuatku
ikut tersenyum malu,
ketika
menatap indah bola matamu,
walau
hanya dalam jangka waktu yang sangat singkat.
Mungkin
kita adalah dua sisi koin yang ditakdirkan berpasangan.
Mungkin
di saat seperti ini, kita baru paham
seperti
apa bentuk rindu yang menelusup pelan.
Kala
diam. Kala hening. Kala malam.
Jika
rasa ini memang nyata,
maka
ajari aku, tetap melaju tapi tak terjebak waktu.
Tetap
berpusar tanpa harus terlempar.
Tetap
mengalir tanpa harus berpikir
Kamu.
Ketika
rumus fisika majal, matematika menemui ajal, kimia tak lagi berguna, dan biologi
hanya kata tanpa arti.
Kamu,
ketika cinta menjelma menjadi satu definisi.
Pasti